01587 2200301 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059040001200100100002000112245007600132250001000208300002300218020002200241082000800263084001400271260003300285500002900318504003400347520078500381650002401166700001401190850001201204990002301216990002301239990002301262INLIS00000000069400620211022013530 a0010-1021000140ta211022 g 0 ind  aJIPUBAY0 aHusein Muhammad1 aDialog dengan kiai ali yafie /cK.H. Husein Muhammad; editor, Rusdianto aCet.1 a134 hlm. ;c20 cm. a978-623-7378-64-8 a204 a204 HUS d aYogyakarta :bIRCiSoD,c2020 aIndeks : halaman 128-131 aBibliografi : halaman 126-127 a“Jika kaum muslimin mengklaim agamanya sebagai agama yang shalihah li kulli zaman wa makan dan rahmatan lil ‘alamin,” tanya Renan, seorang sarjana Eropa terkemuka, kepada Syekh Muhammad Abduh, “maka tunjukkan kepadaku bukti empirisnya, negara mana?” Dan Muhammad Abduh tidak sanggup menjawab pertanyaan ini. Kenapa pasal?Ada sejumlah problem besar yang masih menghinggapi kaum muslimin hingga hari ini. Salah satunya, sumber-sumber pengetahuan keagamaan masih merupakan produk pemikiran atau ijtihad kaum muslim abad pertengahan dalam nuansa Arabia. Sementara, hidup terus bergulir, berubah, dan berganti. Dokumen aturan yang dibuat pada masa lalu secara tekstual dan rigid itu tak lagi maslahah (relevan) menghadapi realitas baru, bahkan bisa membebani dan menyulitkan. 4aPengalaman religius0 aRusdianto aJIPUBAY a505589/DPKBWI/2021 a505590/DPKBWI/2021 a505591/DPKBWI/2021