02114 2200253 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059040001200100100002900112245007500141250001100216300002100227020002200248082000800270084001400278260004700292520142200339650001601761700003601777700003501813850001201848INLIS00000000069536920230320013416 a0010-0323000042ta230320 0  aJIPUBAY1 aAkerstrom, Lola Akinmade1 aLagom :brahasia hidup bahagia orang swedia /cLola Akinmade Akerstrom aCet. 1 a244 hlm ;c21 cm a978-602-1201-81-7 a158 a158 AKE l aJakarta :bPT. Rene Turos Indonesia,c2019 aDalam World Happiest Report, sebuah survey yang mengurutkan tingkat kebahagiaan di dunia pada tahun 2018, negara-negara Skandinavia, seperti Finlandia, Denmark, dan Swedia menempati peringkat teratas. Gaya hidup yang dijalani masyarakat di negara tersebut disebut-sebut sebagai kunci sukses mereka dalam memperoleh kebahagiaan. Tak heran beberapa waktu lalu Hygge, gaya hidup serba nyaman yang diterapkan oleh orang-orang Denmark sempat menjadi tren dan marak diikuti oleh masyarakat di Inggris. Kini giliran Lagom, gaya hidup ala masyarakat Swedia, yang menarik perhatian. Lagom yang memiliki arti not too little, not too much atau sepadan dengan istilah “yang penting cukup” dapat dibilang merupakan kebalikan dari Hygge yang cenderung mengarah pada perilaku konsumtif. Senada dengan gaya hidup minimalis, prinsip kecukupan pada Lagom menghindari ekses dalam mengonsumsi atau memiliki sesuatu. Namun, lagom tak hanya fokus menghindari hal-hal berlebih saja. Jika dalam penerapannya, gaya hidup minimalis menghadirkan paradoks less is more, lagom justru mengutamakan moderasi atau prinsip keseimbangan. Segala sesuatu mesti cukup, tidak lebih dan kurang. Selain itu, gaya hidup lagom dapat diadopsi secara lebih mendalam dan luas bahkan menurut Anna Brones, penulis Live Lagom: Balanced Living the Swedish Way, lagom patutnya diaplikasikan dalam berbagai aspek di kehidupan sehari-hari, terutama dalam pekerjaan. 4aKebahagiaan0 aPenerjemah : Aswita R. Fitriani0 aPenyunting : Krisnadi Yuliawan aJIPUBAY