02373 2200265 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059040001200100100006100112245012600173250001800299300003200317020002200349082001400371084002000385264003500405336002100440337003000461338002300491520154800514700003302062850001202095INLIS00000000069813520251021025417 a0010-1025000081ta251021 g 1 ind  aJIPUBAY0 aYoseph Yapi TaumePengarangeYoseph Yapi TaumePengarang1 aPerempuan dan anak-anaknya :bmembaca cerpen tentang tragedi masa lalu /cYoseph Yapi Taum; editor, Antonius Sumarwan, SJ aCetakan kedua axxvi + 342 halaman ;c20 cm a978-602-481-549-3 a899.221 3 a899.221 3 YOS p aJakarta :bPT. Gramedia,c2024 2rdacontentateks 2rdamediaatanpa perantara 2rdacarrieravolume aPerempuan dan Anak-anaknya merupakan kumpulan cerpen yang pernah terbit di majalah Horison dan Sastra pada 1966–1970. Dua belas prosa yang dipilih di sini memberi gambaran atas suatu periode penting dalam sejarah bangsa Indonesia: peristiwa berdarah pasca-30 September 1965. Beberapa cerpen merupakan buah pena para penulis mapan seperti Umar Kayam, Martin Aleida, Satyagraha Hoerip, Gerson Poyk, dan Ki Panjikusmin. Ada kekasaran dan bahkan kenaifan dalam karya-karya ini. Banyak tokoh atau pencerita yang tampil membawa beban rasa bersalah karena keterlibatan dalam penyiksaan dan kematian orang lain, sering kali orang-orang yang dikenal dengan baik. Dalam buku ini juga ditawarkan cara untuk menjadikan cerita-cerita lama sebagai sarana menumbuhkan kepedulian akan hak asasi manusia: hak untuk hidup, kebebasan, dan rasa hormat. “Ini adalah sebuah buku yang berani, bahkan juga untuk masa kini. Atau sebenarnya ini adalah dua buku: kumpulan cerita pendek dan kerangka untuk menafsirkan cerita secara kritis. Dan kerangka penafsiran ini mengagumkan! Apakah kerangka tersebut ‘menjinakkan’ cerita-cerita yang ada atau justru membuat pesan mereka semakin nyaring dan bersinar? Jawaban ada pada masing-masing pembaca.” —Harry Aveling, Kritikus dan penerjemah sastra Indonesian Translation Studies, Monash University . “Buku ini menjadi istimewa karena mendorong diterapkannya fungsi edukasi (dari) sastra dan seni. Bahkan pembaca dituntun untuk merumuskan perspektif dalam menegakkan kemanusiaan yang berkeadilan.”0 aAntonius SumarwanePengarang aJIPUBAY